Jumat, 28 September 2012

Cerpen....


Hallo, akhirnya gue balik lagi setelah sebulan lebih gue vakumin ini blog. Nggak pengin curhat apa-apa sih cuma pengin nongolin tulisan gue yang satu ini... check it out...

SALAH TARGET

Heru berlari cepat menuju ruang F10. Dia sudah telat sekitar sepuluh menit. Begitu sampai disana, dia bernafas lega karena dosen literary study-nya ternyata belum datang. Yang dia lihat hanyalah beberapa onggok daging berisik yang tidak lain tidak bukan adalah teman-teman sekelasnya.

“Tumben lu telat, biasanya anak baik-baik kayak elu datengnya pagian,” cecar Ibnu ketika Heru mengambil kursi disampingnya. Dia hanya cuek menanggapi Ibnu.
“Emang anak baik-baik nggak boleh telat?” balasnya santai. Ibnu hanya menggelengkan kepala sambil merogoh tasnya mengambil buku catatan. Meskipun dia belum tahu apakah kuliah hari ini dia akan mencatat atau hanya sekedar mengalihkan fungsi sang buku menjadi bantal jika nanti dia ngantuk.
Sementara itu Heru masih santai mengambil nafas. Lari cepat seperti tadi membuatnya ingin duduk dengan tenang. Didepannya, ada Momon dan Sandy yang sedang ribut. Sudah biasa mereka beradu mulut seperti itu. lalu ada lagi Sofi yang selalu membela Momon. Heru hanya perlu menikmati setiap kalimat mereka tanpa harus ambil pusing.
Kelas yang tadinya seperti pasar seketika berubah kelam ketika sang dosen datang. Bukan karena dosen itu killer atau bagaimana. Tapi mereka semua bersiap-siap untuk mengambil posisi kalau-kalau mereka mengantuk supaya bisa tidur dengan nyaman. Maklumlah, mata kuliah ini memang ajang dongeng sebelum tidur. Bagi anak-anak yang tidak bisa tidur dikosan kerena berisik atau tidak bisa di mushola karena panas, waktu dan tempat seperti ini dimanfaatkan mereka sebaik mungkin.

“Eh, lu punya permen nggak?” bisik Agung yang duduk tepat dibelakang Heru. Sengaja suaranya dipelankan karena memang sedang kuliah.
“Emang gue asongan?” tanggap Heru santai, tidak peduli pada Agung yang mukanya makin mengkhawatirkan karena ngantuk berat. Nanti juga baik sendiri.

Suasana hening sejenak sampai Heru sadar ternyata dibelakangnya sedang pesta jeruk. Entah darimana datangnya jeruk itu, yang pasti dia hanya geleng-geleng kepala kenapa bisa teman-temannya begitu santai. Sepertinya hanya dia anak yang normal dikelas ini. Atau mungkin hanya dia yang berpikiran bahwa dia yang normal? Entahlah, lagi-lagi Heru tidak ambil pusing. Sebagai anak yang reputasinya cukup baik, dia hanya mengikuti kuliah sekenanya.
Akhirnya kuliah jam itu pun berakhir. Betapa melegakannya. Heru mulai meregangkan otot-ototnya. Heran juga dia, kenapa bisa badannya pegal semua padahal dia hanya duduk selama kuliah. Teman-temannya mulai bangun bergantian seperti beruang yang baru selesai hibernasi dari musim dingin.

“Eh karaokean yuk,” ajak Wiwit cepat ketika Heru baru saja beranjak dari tempat duduknya.
“Duh, gimana yah…,” ledek Heru memainkan ekspresinya.
“Plis deh, jangan bilang lu mau sok imut ke perpus dulu trus garapin tugas trus kecapean nggak bisa karokaean,” timpal Indri panjang.
“OK deh, tapi sorean yah.”
“Kenapa nggak sekarang aja sih?” Lifda ikut menimpali.
“Kaya yang dibilang barusan, gue mau sok imut ke perpus dulu trus garapin tugas tapi nggak pake kecapean.”
“Serah lu, gue tunggu ntar sore,” ujar Wiwit menegaskan.
“Sip.”

Heru segera cabut ke perpustakaan yang terletak beberapa meter dari ruang tempatnya kuliah tadi. Dia bergegas menghidupkan sepeda motornya dan berbalik ke arah perpustakaan. Ditengah jalan, tanpa sengaja dia menabrak seorang gadis. Sontak dia menghentikan sepeda motornya dan turun membantu gadis yang ternyata jatuh itu.

“Lu gapapa?” Tanya Heru cemas, takut kalau gadis itu kenapa-napa lalu menuntutnya ke pengadilan.
“Nggak kok, sori ya, gue nggak hati-hati,” ujar gadis itu menimpali.
“Harusnya gue yang sori karena bikin lu jatuh.”
“Gue baik-baik aja kok. Duluan yah.”

Heru berhenti memandang gadis yang telah pergi itu sebentar. Dia senyam-senyum sendiri. Dia menyesal kenapa tidak mengajak gadis manis itu berkenalan. Harusnya dia bergerak cepat tapi karena terlanjur terpesona, dia jadi lupa. Kalau saja tidak ada suara dari klakson mobil yang ingin lewat, mungkin Heru akan berdiam ditengah jalan sampai sore. Dia kembali menghidupkan motornya dan menggerakkannya ke perpustakaan.

***

Perpustakaan cukup ramai siang itu. Ternyata banyak juga mahasiswa yang datang kesana. Meskipun Heru yakin, mahasiswa yang datang hanyalah yang semesternya berusia uzur atau tidak lain mahasiswa lama yang baru sadar kalau baca buku itu penting. Tapi kebanyakan alasan mereka adalah untuk mendapatkan referensi skripsi mereka. Karena tanpa referensi dari buku, jangan harap proposal akan diterima apalagi mendapat pujian.
Heru celingak-celinguk mencari tempat yang nyaman. Dia mendapati Anis dan Yeni yang duduk paling dekat dengan pintu keluar. Kenapa mereka memilih duduk disana? Tanpa berpikir lebih lanjut, Heru menyusul mereka.

“Kok kalian jadi deket sih? Ada hubungan apa?” cecar Heru ketika sampai dihadapan mereka.
“Eh, lu punya film apaan?” balas Anis tanpa menjawab pertanyaan Heru. Yeni hanya tersenyum melihat ekspresi Heru yang runyam.
“Banyak, nih pilih sendiri,” jawab Heru singkat sambil menyerahkan laptopnya.
“Lu ngapain kesini?” kali ini Yeni yang bertanya pada Heru.
“Biasalah, masa iya anak baik-baik kayak gue cuman tidur di kosan,” jawab Heru sombong. Yeni hanya membuka mulutnya dan menggeleng.

Mereka bertiga diam mengurusi urusan masing-masing. Heru dan Yeni fokus dengan buku yang ada ditangan mereka, sementara Anis sibuk mengcopy film dari laptop Heru ke flashdisknya. Mereka diam beberapa saat sampai Heru melihat sesuatu.
Heru menunjuk sebuah arah, “Eh gaiss, lu tau nggak cewe itu siapa?” tanyanya girang melihat gadis yang tadi ditabraknya.
Yeni celingak-celinguk melihat arah yang ditunjuk Heru. “Yang mana?”
“Itu…,” ujar Heru masih menggerakkan jarinya menunjuk arah yang sama.
“Owh… Siska,” ungkap Anis nimbrung.
“Lu kenal?” kaget Heru yang tidak menyangka salah satu temannya mengenal gadis manis bernama Siska itu.
“Dia anak kelas B, anaknya baik kok,” lanjut Anis datar.
“Manis lagi,” tambah Heru sambil tersenyum sendiri.
“Lu suka sama dia?” Yeni sedikit kaget mendengar pengakuan Heru.
“Kayaknya dia bakalan jadi target utama gue deh,” kata Heru tiba-tiba disusul tatapan terkejut kedua temannya.
“Target apaan? Lu mau jadi cowok dia?” Tanya Yeni penasaran.
Heru hanya mengangkat bahunya, “Kenapa? Emangnya ada yang salah?”
“Tapi dia…,” belum sempat Anis menyelesaikan kalimatnya, Heru beranjak pergi. Dia hanya memberi kode pada Anis menitipkan laptopnya.

Heru berjalan keluar perpustakaan mengikuti Siska. Dia mengikuti Siska sampai ke parkiran dan mendapati gadis itu sedang bersama sorang gadis yang dia kenal sebagai Pipit. “Jadi mereka saling kenal?” tanya Heru dalam hati. Dia pun berjalan menuju ke arah mereka.

“Ntar malem lu jadi kencan Sis?” Tanya Pipit segera ketika Siska sampai dihadapannya.

 Belum sempat Heru beranjak lebih jauh langkahnya terhenti oleh pertanyaan Pipit pada Siska barusan. “Apa? Kencan?” Pikirnya dalam hati.
“Jadi dong, dia udah jauh-jauh buat ngajakin gue jalan, masa iya nggak jadi,” ujar Siska menimpali. Mereka berdua terkekeh sebentar lalu berbalik pergi melewati Heru yang berdiri bengong. Heru bahkan tidak sadar ketika Pipit melambaikan tangan padanya dan dua orang dibelakangnya yang ternyata adalah Anis dan Yeni. Mereka baru saja keluar dari perpustakaan.

“Lu kenapa Her?” tanya Yeni sambil meninju lengan Heru cukup keras. Heru bahkan tidak bergerak sedikitpun.
“Ternyata dia udah ada yang punya,” kata Heru lemas.
Anis menarik nafas panjang, dia mengomentari sikap Heru yang terburu-buru. “Elu sih, gue mau ngejelasin langsung ngeloyor gitu aja.”
“Salah target deh gue…,” keluh Heru lemas.
“Tenang aja, cewe masih banyak. Itupun kalau mereka mau sama lu,” ledek Anis disusul tawa kecil Yeni.
“Kalo nggak ada cewe lagi, cowo juga masih banyak kok,” tambah Yeni sambil terkekeh sendiri. Heru bahkan masih belum bergeming diledek seperti itu.
“Banci apalagi,” ujar Anis menimpali.
“Maksud loh?” ujar Heru sewot menatap kedua temannya. Dia ternyata sadar dengan cepat ketika mendengar kata “banci.”

Anis dan Yeni hanya tertawa girang. Mereka pergi setelah menyerahkan laptop Heru pada pemiliknya dan dadah memberikan salam perpisahan sampai ketemu esok hari. Sementara itu, Heru masih terdiam, menerima nasib ternyata dia salah target bahkan sebelum target itu mengenalnya.

Antiklimaks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar