Rabu, 16 April 2014

Wisuda : Sebuah Kekalahan atau Sikap Mengalah?

Tanggal 12 kemaren gue resmi di wisuda. Tapi momen ‘membahagiakan ‘ itu bukan hal yang excited buat gue. Kenapa? Karena dengan wisuda gue harus mengakui kekuatan keinginan orang tua gue. Harusnya bangga sih, orang tua selalu support agar gue lulus, tapi entah kenapa itu bukan yang ada di hati gue. Justru karena support itulah gue merasa gue telah kalah.
Ya. Gue resmi kalah telak. Pertama, gue harus kalah dengan birokrasi kampus yang menurut gue bukanlah birokrasi yang bagus. Gue mencoba idealis dengan hal itu tapi ternyata idealism gue seperti berakhir ketika gue wisuda. Gue mengikuti birokrasi yang nggak sesuai dengan idealism gue. Kedua, masih masalah idealism, gue harus kalah dengan dosen pembimbing yang sebenernya nggak membimbing, bahkan cenderung ngerepotin.
Gue yang punya banyak keinginan dalam penelitian gue terpaksa nyelesein skripsi sesuai bentukan mereka. Dengan tidak bangganya, gue pun punya cetakan skripsi yang lebih tepat buat di jadiin tatakan lampu tidur. Ketiga, gue harus kalah sama orang tua gue. Sebagai orang yang cukup idealis, gue –sampe saat ini belum bisa ngebuktiin ke mereka bahwa gue sebenernya nggak butuh ijasah S.Pd. tapi dengan gue di wisuda, dan gue mendapatkan ijasah itu, artinya gue –keliatannya memang butuh S.Pd dan jadi guru atau PNS. Sakit banget.
Tapi dibalik semua itu gue berpikir ulang. Apakaha gue bener-bener kalah? Atau ketiga hal tadi hanyalah cara gue mengalah? Ya, gue mengalah pada birokrasi merepotkan itu. Artinya, gue meminimalisir ketegangan ketika gue ingin menyelesaikan kuliah gue dengan cara birokrasi yang gue pilih. Lalu gue pun merasa mengalah karena gue nggak mau dosbing merasa di remehkan oleh mahasiswanya. Ya, gue mengalah agar dosbing2 itu nggak kehilangan percaya diri mereka. Mungkin, mungkin juga sebenernya gue sama sekali nggak punya kualitas. Tapi kalopun gue nggak berkualitas dalam bidang skripsi pendidikan semacem itu, gue terima, DENGAN SENANG HATI. NGGAK NIAT JUGA SIH. Dan gue sudah berusaha mengalah dengan kasih orang tua gue ijasah dan wisuda. Terserah mereka mau simpen ijasahnya, mau di apain juga gue nggak mikirin. Gue mengalah menunda mimpi gue demi lembaran-lembaran yang kertasnya nggak lebih mahal dari buku gambar. Dan itu semua keinginan orang tua gue.
Untuk saat ini, gue mencoba bersyukur, lapang dada dan selalu positive thinking. At least, kekalahan atau sikap mengalah itu menghasilkan beberapa hal. Dari mulai cari temen yang bener sampe jadi orang yang lebih bener. (Insya Alloh)
Makasih buat segelintir orang yang udah ngucapin selamat di wisuda. Gue sangat mengapresiasi itu. Walau gimana juga gue seneng akhirnya bisa keluar dari kandang macan. Padahal dulu masuknya gampang banget.

Sekali lagi, gue bukannya ingin mengumbar bahwa gue adalah penjual mimpi, tapi gue punya beberapa hal yang ingin dan akan gue lakukan. Berhasil atau nggak, kalo nggak di coba, mana kita tau? Ada yang support atau nggak ya gue nggak peduli. Gue percaya satu hal, ada usaha, pasti ada hasil, memuaskan atau tidak, toh gue sendiri yang ngejalanin prosesnya. Kepuasan itu yang ngerasain orang yang usaha. Gue peduli kok omongan orang, peduli sama saran atau kritikan, dan gue rasa gue bisa memilih perkataan yang perlu di dengar. Yang jelas, GUE nggak mau kalah lagi atau terus-terusan mengalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar