Sebagian
orang bilang bahwa mereka lebih sering punya small dream dibanding big dream,
sebagian yang lain malah sebaliknya. Untuk gue sendiri, gue punya dua-duanya.
Gue punya small dream dan juga big dream. Nggak semuanya udah tercapai memang,
tapi gue yakin, nggak semuanya meleset. Ada usaha, ada nasib, ada takdir. Dan
gue akan selalu optimis mencapai mimpi-mimpi gue itu. Yang big dream maupun
small dream.
Tanggal
5 kemaren gue genap 24 tahun. Jelas bukan usia yang bisa dibilang remaja. I’m
now a young lady, secara usia. Secara mental gue belum tau, secara fisik, apa
lagi, jangan dibahas. Yang harus dibahas adalah mimpi gue ditahun ini masih
sama seperti tahun-tahun sebelumnya, bahkan dengan tidak tau dirinya mulai
nambah lagi. Gue nggak bisa menspesifikasikan mana yang small dream atau big
dream karena tiap orang beda-beda. Belum tentu yang gue anggep small dream bagi
yang lain juga small dream, bisa aja apa yang kita anggap kecil malah berarti
banget buat yang lain. Gue udah belajar tentang hal itu. Walau nggak banyak.
Gue
masih tetap berusaha meraih mimpi-mimpi gue. Nggak berkurang semangat gue untuk
hal itu. Well, emang nggak selalu gue punya semangat dan optimis, kadang juga gue
ngerasa capek, pesimis dan yang kayak ‘udah deh mimpi gue udah berakhir’ tapi
ternyata semangat itu kembali dengan cepat. Mimpi gue terlalu kuat untuk gue
lepasin gitu aja. Bahkan dengan mimpi-mimpi baru bermunculan, secara nggak
mendasar gue menyimpulkan bahwa gue yakin gue bisa mewujudkan mimpi-mimpi itu.
Nggak tau kenapa.
Nggak
perlu disebutkan apa kriteria big dream dan small dream gue karena yang udah
gue jelaskan tadi, ukuran small dream atau big dream itu beda-beda setiap orang.
Selain itu, small dream atau big dream bisa berubah. Bisa aja sekarang lo
menganggap sesuatu sebagai small dream, tapi berapa waktu kemudian, sesuatu itu
jadi big dream. Begitu pula sebaliknya. Sesuatu yang lo anggap sebagai big
dream, entah dalam waktu berapa lama bisa berubah jadi small dream. Misal nih, bagi
gue punya pacar seperti Kim SeokJin-nya BTS adalah big dream, tapi bagi temen
gue yang cakepnya udah kaya Maudy Ayunda, punya pacar kayak dia itu small
dream. Itu misal aja sih, padahal iya. Atau contoh lain gini, big dream
gue dulu adalah tau Hangeul dan beberapa kosakata Bahasa Korea, sekarang
hal-hal itu udah jadi small dream karena tahap demi tahap gue belajar dan gue
nggak pernah nyadar bahwa gue bisa sejauh ini. Walopun tentu gue nggak selancar
ngemeng korea dibanding yang udah belajar intensif. Gue juga pernah baca di
blognya Yoris Sebastian tentang pengusaha hot dog yang punya small dream pengin
punya kedai kecil. Hari demi hari, hotdognya tambah laku, awalnya dia punya
small dream cuma sebatas kedai, tapi setelah hotdognya laris, dia punya mimpi
buat bikin restoran. Bagi dia restoran itu masih tetep small dream tapi bagi
orang di luar sana bisa jadi restoran itu big dream. Ngerti nggak maksud gue? NGGAK
TUH. GUE SENDIRI JUGA NGGAK NGERTI. Tapi seriusan, apa yang gue
bilang tadi tentang small dream dan big dream itu bisa dibilang bener. Mimpi
itu nggak bisa dibandingkan dan ada waktunya berubah. Intinya mimpi itu sama,
sama-sama harus diraih, dengan usaha tentunya. Usaha yang halal. Insha Alloh.
Karena itu gue nggak lagi mengelompokkan mimpi-mimpi gue berdasarkan kriteria
big dream atau small dream lagi. Intinya gue harus dapetin hal yang gue mau.
Lalu ada yang lebih penting, sesuatu yang sudah tertanam dalam benak gue dari
dulu adalah, jangan memaksakan diri untuk mewujudkan mimpi orang lain.
Well,
gue teringat buku yang dibaca Seohyun di WGM lima tahun lalu yang judulnya
“Amudo Ne Insaengeul Daeshin Sarajuji Ahneunda” atau yang anti korea-koreaan
gampangnya gini, “No One Lives Your Life for You”. Simplenya hidup lo yang
ngejalanin lo sendiri, nggak ada orang yang mau ngejalanin kehidupan lo. Lagian
Lo juga pasti ogah buat menjalani kehidupan orang lain. Begitu pula sama mimpi
masing-masing, jangan memaksakan orang untuk meraih mimpi-mimpi kita atau kita terpaksa
mewujudkan mimpi seseorang. Mungkin ada yang melakukannya untuk sebuah
dedikasi, gue rasa banyak yang melakukan itu dan worth kalo alesannya adalah
dedikasi atau apresiasi. Tapi kalo harus mengorbankan mimpi sendiri, I don’t
think that way.
Setuju
atau nggak, salah satu dasar idealisme kita juga berawal dari mimpi atau
passion kita. Kalo kita nggak bisa mempertahankan passion itu, idealisme kita
bakalan diobrak-abrik. Gue malah sering dapet omongan yang serupa tentang
idealisme gue yang katanya lebay. Temen-temen gue selalu bilang, “Kurangi
idealisme lo deh”. Gue rasa bener, tapi gue nggak tahu harus sejauh apa
idelisme gue itu dikurangi. Kalo nguranginya kebanyakan berarti gue anaknya
gampangan dong, gampang disetir. Yah, tapi sih gue menghargai aja. Lagian
mereka nggak hidup sama gue, nggak tau perjuangan gue mengurangi idealisme gue
sendiri. Mereka ngiranya gue terlalu passionate sama sesuatu yang gue inginkan
tanpa harus mengorbankan yang lain. Padahal… yah mereka nggak tau aja. Gue hanya
bisa diem. Percuma juga kalo kasih penjelasan panjang kali lebar sama dengan
luas. They won’t ever understand behind my effort. Apalagi ngebantuin. It’s 1%
possibility.
Once
again, No One Lives Your Life for You. Dari dulu gue selalu dikritik untuk jadi
lebih dewasa. Gue tau maksudnya. Gue harus lebih dewasa dan gue tau itu. Gue
pun punya kriteria sendiri apa itu jadi dewasa. Bagi gue ada banyak cara. Gue
sering bilang berkali-kali bahwa maturity tuh nggak ngeliat fisik, nggak
ngeliat hobi, nggak ada hubungannya sama target orang lain tapi kedewasaan itu
diliat dari gimana dia berhasil ngehandle sesuatu. Menurut gue. IYA ITU MENURUT
GUE AJA. Nggak semua orang, termasuk gue bisa anteng adem ayem aja sama masalah
yang terpapar di depan mata. Apalagi gue anaknya nggak sabaran. Gue selalu
melihat orang yang bisa ngehandle sesuatu adalah sosok yang dewasa. Bisa
dibilang, sosok dewasa menurut gue adalah problem solver. Pemegang win win
solution. Sayangnya gue belum bisa jadi sosok yang seperti itu. Dan sepertinya
butuh perjuangan banget. Anyway, dewasa bukan hanya itu. Masih banyak, banyak
banget faktor yang harus gue punya.
Gue
udah 24 aja dan bener banget harus lebih dewasa. Berubah jelas udah pasti. Dan
berubah itu jadwalnya tiap hari. Gue melakukan apa aja supaya gue terus jadi
orang yang lebih berguna, lebih berprestasi, lebih berkualitas dan pastinya
lebih bersyukur jadi orang. Berapa banyak orang yang nggak seberuntung gue
walopun gue bukan tipe yang selalu beruntung juga. Tapi gue nggak mau
mengingkari nikmat yang udah dikasih Alloh sama gue. Pinter-pinterin aja
menikmati apa yang udah di kasih. Yang paling penting, gue tetep harus mikirin
progress.
Sampai
sekarang, gue masih gregetan dengan sebagian orang yang melihat kedewasaan dari
penampilan doang. Come on, maturity is not only how you act but also how you
think and how you face every situation. Ketika ada yang menjudge gue belum
dewasa hanya karena gue kelihatan anak SMP gini, gue sering banget pengin
ngebales dengan “Lo pikir dengan muka lo yang udah senja gitu lo bisa mengklaim
diri lo dewasa? Padahal lo gampang banget dihasut.” Tapi gue nggak jadi,
menanyakan hal-hal obvious cuma buat nyindir kayak tadi menurut gue bukan hal
yang pantas dilakukan orang dewasa. Gue rasa gue bisa menang satu hal buat satu
itu. SEKALI LAGI, GUE NGERASANYA BEGITU. Kan gue juga kadang nggak punya rasa
apa-apa.
Berat
emang kalo ngomongin masalah kedewasaan. Apalagi kalo gue yang ngebahas, cih
siapa lo? Dan karena berat dan bahasan berat bukan spesifikasi gue, jadi… ya
udah lah kapan-kapan lagi aja dibahasnya. Gue hanya sekedar ngoceh aja sama
hal-hal yang lagi ada di pikiran.
Well,
it’s June, the month of summer. Musim panas selalu identik dengan hal-hal yang
fun, hal yang nggak berat tadi. Gue sebagai orang yang lahir di musim panas
selalu berusaha untuk tetap fun. Nyatanya, tetep fun dalam kondisi apapun bukan
hal gampang. Kadang ketika mau ngebawa segala sesuatu sebagai hal yang fun, ada
aja godaannya untuk jadi bad mood. Untungnya, kalo emang bisa dianggap
keberuntungan, gue bisa menyembunyikan bad mood gue dalam hal apapun. Yah, gue
emang nggak punya banyak topeng, cukup beberapa aja yang penting berhasil untuk
nggak menunjukan siapa diri kita. Lagian, gue bisa having fun dengan cara gue
sendiri. Cuma kan males kalo lagi seneng gitu ada yang bikin mood rusak. BĂȘte.
June,
it’s the month of Junius. Seperti nama blog ini yang bisa dibilang gabungan
dari Juni+Genius, gue berusaha jadi orang yang lebih keren aja. Padahal nggak
ada hubungannya sih gue tau. Tapi tolong iyain aja untuk saat ini. Gue sedang
berusaha menjalani proses yang sedikit geser dari temen-temen kebanyakan.
Makanya banyak yang bilang gue aneh dan harus ‘menormalkan diri’. Padahal gue
hanya butuh tempat yang tepat aja. Saat menemukan tempat yang bisa menerima gue
seperti ini, gue baru sadar, “Ah, gue nggak salah kok.” Banyak ternyata
anak-anak yang setipe sama gue. Mereka akan jadi orang lain di luar sana dan
kembali menjadi diri mereka saat kita ngumpul. Coba aja salah satu dari
temen-temen gue yang mengklaim diri mereka normal ngumpul bareng orang-orang
macem gue, mereka bakalan jadi aneh saat kumpul di tempat itu. Konsepnya sama,
kita butuh tempat yang tepat. Gue nggak tumbuh ‘normal’ seperti saudara-saudara
gue atau temen-temen gue yang lain, makanya gue nyari tempat lain. Apapun itu,
gue udah tau aja, gue diterima di lingkungan seperti apa. Biarlah orang lain
bilang tempat gue ini nggak berkualitas, nggak elegan, murahan atau apapun yang
jelas tempat ini bukan tempat untuk menjudge sesuatu. Eh nggak tau juga sih.
Sekali lagi gue nulis berdasarkan feeling dan lihat sekeliling.
Bukan
berarti masalah udah sampe segitu aja. Gue tetep masih punya apa itu rasa
canggung. Meskipun gue bisa dibilang udah berada di tempat yang tepat, nggak
segampang itu juga kita langsung saling menerima. Gue tetep harus adaptasi,
susah-susah gampang sih. Tapi gue enjoy dengan proses adaptasi begini karena
gue nggak harus terlalu sering buka topeng. Cukup lega juga karena keanehan gue
merupakan hal biasa jadi gue nggak perlu ngerasa nggak enak untuk hal itu. Udah
lega aja deh pokoknya ketika lo berada di tempat yang mau menerima lo.
Alhamdulillah,
gue bisa mendapatkan tempat yang tepat di usia 24. Insha Alloh.
Gue
jadi pengin ngereview apa aja setahun belakangan ini, dimana gue harus nguatin
hati untuk tetep stay di tempat atau suasana yang nggak menerima gue. Wisuda tahun
lalu adalah tempat dimana yang lain hepi-hepi foto sana-sini sama temen dan
kerabatnya, sedangkan gue? Terkecuali momen dikasih balon angry bird, nggak ada
satu sesi acara wisdua pun yang berkesan dalam hidup gue. Keluarga gue juga bukan
tipikal keluarga hangat sih jadi biasa aja pas gue wisuda, padahal mereka
maksanya minta ampun supaya gue cepet lulus, orang waktu itu gue penginnya DO,
biar keren. Tapi anggota keluarga yang lain dateng dan pengin foto di
background yang aduh padahal gue anti banget. Ya udah, gitu aja gue
kuat-kuatin. Awalnya gue berharap salah satu temen kampus sapa gitu kek dateng
lah biar gue ada temen juga buat ngobrol kaya wisudawan lain, tapi nyatanya
nggak ada satupun yang dateng. Gue nggak punya temen deh. Anyway, gue
bersyukurnya, mereka nggak perlu melihat gue berdandan dengan high heels dan
gue merasa norak saat itu. Geez.
Pas
musim daftar-daftar CPNS itu juga gue berusaha banget buat sabar. Gue dipaksa
buat melakukan serangkaian proses yang nggak pernah gue inginkan. Ya gimana sih
lo berjuang demi sesuatu yang nggak lo inginkan sama sekali? Kan betenya, nyeseknya
nyampe leher. Untungnya email dari paselnas masuk ke spam dan nggak gue baca,
jadi gue nggak perlu ikut-ikutan tes sampe otak kriting demi jadi abdi negara.
Plis banget gue bisa ngabdi ke Negara tanpa harus jadi PNS, gue penginnya
dengan cara lain aja tolong. Kalo jadi PNS, gue nggak bisa ngantor pake skateboard.
Ada
lagi nih, hal yang bikin gue pengin ketawa tapi disaat bersamaan gue kepikiran
juga. masalah CPNS udah kelar, gue dihadapkan sama lingkungan yang dimana
temen-temen seumuran gue udah pada gendong bayi. Bukannya gue nggak mikirin
hal-hal itu, tapi untuk saat ini belum kepikiran sejauh itu aja. Gue juga masih
harus meningkatkan kualitas gue lah biar gue juga dapet pasangan yang
berkualitas. Emang sih nggak ada yang mendesak, orang tua gue entah kenapa yang
biasanya nyuruh gue ini itu malah nggak pernah ngebahas sama sekali. Mungkin
mereka lelah, kecolongan maksa gue jadi guru, guenya tetep nggak mau. Mau
gimana lagi, gue udah bilang kalo gue nggak mau jadi guru dari sepuluh tahun
silam. Sepuluh tahun itu kemana aja? Yaelah. Biar itu jadi misteri yang menyenangkan.
Love story gue belum dimulai.
Di
usia 24, biasanya gue list hal apa yang kira-kira bisa gue dapatkan di usia
ini, tapi mengingat tahun lalu hampir semua target gagal, gue memutuskan untuk
mempertahankan hal-hal apa aja yang bisa gue lakukan saat ini.
1.
Tetap belajar 4
bahasa asing
SOK banget kayak mau dipake aja. Yah siapa
tau. Gue emang suka belajar yang gini-gini nggak tau kenapa. Korea udah lumayan
sih, Jepang masih gagap, mandarin kepala puyeng selalu dan German, what the
hell is that tapi gue nggak bisa berhenti penasaran. Mau gimanapun, gue akan
mempertahankan hal ini. Siapa tau kan gue dapet jodohnya orang yang pake
bahasa-bahasa itu? Yah…
2.
Tetap suka Kpop, Musik
dan Power Rangers
Suka kpop selera kampungan, alay, rendahan? So
what? Dari kpop juga gue belajar banyak hal jadi kenapa gue harus berhenti suka
kpop? Nggak cuma kpop aja sebenernya, gue juga akan suka sama variety show
macem running man, drama-drama korea dan parody. Tentu gue akan tetap suka sama
Power Rangers atau acara lain yang selama ini udah jadi temen gue. Temen disaat
gue bĂȘte ataupun hepi. Seriusan.
3.
Tetep nulis
Ini sih beneran udah nggak bisa dipisahin
lagi. Dengan gue nulis, gue bisa ngapain aja, bisa curhat, bisa menumpahkan
ide-ide gila gue, dan bisa bikin gue capek. Tapi dengan capek, gue bisa tidur
nyenyak.
4.
Tetep stay cool
Pokoknya kalo nggak stay cool nama gue bukan
Ann dan gue bukan junius itu aja sih simple banget.
5.
Tetep ngejar jadi
entertainer
Mungkin akan terlihat bohong dan ngawur saat
gue bilang kalo gue bisa menerawang sama hal-hal tentang dunia entertainment.
Contoh aja baru-baru ini saat Boy William fix main di Sunshine Becomes You yang
diadaptasi dari novel Ilana Tan, gue memprediksi itu udah lama. Well, nggak cuma
kasus itu aja, banyak kasus serupa yang semakin meyakinkan gue untuk terjun di
dunia entertainment. Gue nggak bisa kasih penjelasan lebih banyak.
6.
Tetep semangat
for the sake of my dreams
Untuk saat ini, gue cuma punya diri gue
sendiri yang ngasih semangat buat meraih mimpi-mimpi gue itu. Kalo nggak?
Terkapar aja udah. Mudah-mudahan aja sih nanti ada banyak pihak yang makin
menguatkan pundak gue. Ngebayangin gitu aja gue udah seneng.
Gue
mempertahankan hal-hal tadi bukan karena gue nggak mau berkembang, ini hanya cara
gue untuk tetep bersyukur dan mempertahankan hal-hal yang gue punya. Banyak
yang bilang mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada meraih, ya gue mencoba
mengaplikasikan itu aja lah. Bukan karena gue abis di provokasi atau apa ini
mah, gue main feeling.
Tapi
gue juga punya sih, hal-hal yang ingin gue pelajari:
1.
Belajar Make Over
Gue hanya penasaran ada hal yang bisa berubah
cuma dengan sepoles dua poles doang.
2.
Belajar Massage
Harus banget karena gue masih mengandalkan
diri sendiri kalo badan pegel-pegel.
3.
Belajar Fisika lagi
Bukan berarti karena gue gagal jadi arsitek,
gue nggak bisa ngedesain rumah gue sendiri nantinya. Emang nggak cukup fisika
doang, tapi permulaan lah.
4.
Belajar Nge Dance
lagi
Tentu gue nge dance lagi bukan tujuan
performance, tapi lebih ke olahraga yang fun dan nggak perlu kemana-mana.
Dikamar aja cukup.
5.
Ngapalin Juz Amma
Di Amiinin aja tolong yang ini. Ya Alloh gue
udah segede ini Juz Amma masih belom apal. Kalah sama bocah-bocah yang baru
belajar ngomong.
Gue
udah 24, dan semoga gue bisa mengaplikasikan hal-hal yang gue tulis itu. Selama
gue nggak ngerugiin orang, so what? Dan gue sangat bersyukur ada dua orang yang
inget ultah gue, ngucapin hepi bday terus ngedoain, Ibu gue dan Yongki yang tau
kalo gue lahirnya 5 Juni, bukan 5 Juli, bukan 15 Juni atau yang lain. Nggak
nyangka hari ulang tahun gue bisa diingat kayak gitu.
Makasih
banget juga temen-temen diluaran sana yang udah ngasih kesempatan sama gue.
Lega aja, step by step, emang nggak berarti banyak, tapi bikin gue yakin lagi
kalo gue bisa meraih apa yang gue inginkan. Walaupun akan makan proses
nantinya. Gue akan target yang prioritas dulu sebelum ke hal-hal lain.
Untuk
saat ini prioritas gue ada dua. Nyari kerja dan nyari pacar(Heh?).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar