Heru, cowok sok cool yang sebenernya lawak ini emang temen baik
gue sih, tapi sebatas temen baik aja, bukan temen yang jadi emergency call. Dia
temen biasa yang sebenernya nggak tau apa-apa tentang gue. Dia nggak tau hari
ulang tahun gue, makanan kesukaan gue, apa yang gue suka atau nggak suka,
apalagi soal tipe ideal gue. Dia sosok temen baik yang sering share tentang
film dan hal-hal yang kita berdua suka. Nggak semuanya gue dan Heru punya
selera yang sama sih, malah ada yang kontra banget. Gue fans kpop dan dia anti
korea-korea-an. Tapi walaupun nggak suka, Heru punya penilaian objektif kalo
emang ada sesuatu yang bagus dari film atau drama Korea. Maka dari itu, dia
berhasil menjadi salah satu dari temen baik gue.
Selain alasan tadi,
kenapa gue bisa berteman baik sama dia adalah karena dia nggak nge-judge gue
seperti temen-temen gue lainnya. Dia cukup memahami pemikiran idealis gue
karena dia juga tipe orang yang idealis, nggak kemakan gossip dan nggak jadi
korban hal-hal mainstream. Orang-orang selalu bilang “Dah, nggak usah
macem-macem, kamu fokus dulu ke yang ini, yang itu,” kalo gue lagi punya
planning tentang sesuatu. Pendapat dia, “Terus lo mau gimana? Udah sana
maju.” Beda kan? Emang nggak menunjukan
dukungan secara obvious, tapi dia percaya hal yang gue lakukan emang bisa gue
lakukan. Kadang, sisi pengecut gue sendirilah penyebab kehancuran semau
planning gue. Ah jadi pengecut emang nyebelin pake banget.
Tapi biarpun begitu,
dia adalah sosok cowo yang cukup drama. Bukan yang nangis-nangis karena habis
diputusin pacar atau ditolak cewek ataupun yang ngomong kasar karena dicuekin
gebetan, tapi lebih karena hal yang dia dapatkan ternyata nggak sesuai sama apa
yang dia perjuangkan. Pernah suatu ketika dia bilang, “Ah, gue udah nggak
percaya lagi sama mimpi.” Bagi gue saat itu persis anak ABG yang bilang udah
nggak percaya lagi sama cinta. Tapi itu jadi sebuah pelajaran buat gue sih kalo
mencapai mimpi, apalagi semuanya, emang nggak gampang. Nggak cuma kerja keras,
kuping tebel pun harus kita punya kalo pengin mimpi kita jadi goal yang nyata.
Gue cocok berteman sama
Heru karena dia tipikal orang yang punya pikiran hampir sama kaya gue. Dia juga
percaya ada pertemanan antara cowo dan cewe. Jadi ya gitu, dia nggak memandang
gue sebagai wanita begitupun juga gue yang nggak melihat dia sebagai sosok
laki-laki. We’re just friends istilahnya. Meskipun banyak banget temen-temen
kita yang lain ngelihatnya beda, dikira kita berdua ada sesuatu kaya pacaran
and some sorts. Biasa aja sih, temen-temen lain emang nggak terbiasa dengan
kultur persahabatan antara cowo dan cewe. Mereka lebih terbiasa dengan kultur
pedekate berakhir jadian dan berujung galau.
Tapi meskipun Heru
nggak tau apa-apa soal gue, gue tahulah sedikit tentang dia. Meskipun drama
gitu, dia bukan cowo pelit. Kalo secara materi, meskipun dia nggak kaya-kaya
banget, dia mah nggak terlalu perhitungan. Walaupun nggak sering traktir gue
juga, tapi pernah lah. Dia bukan tipe cowo yang selalu galau kalo ngomongin
dompet. Tapi dia juga bakal stress kalo nggak punya duit. Yah hampir semua
orang juga gitu kali. Gue juga tau sedikit tentang tipe idealnya dia. Walaupun
dia nggak ngomong secara jelas, gue bisa menyimpulkan kalo tipenya dia tuh yang
agresif tapi elegan. Yah bisa mungkin dikenalin sama angora atau poodle. Dia aktif
tapi nggak suka olahraga. Mungkin karena dia udah merasa cukup sehat dan tinggi
jadi dia nggak perlu workout. Mungkin juga dia takut panas, gue nggak tau
alasannya nggak suka olahraga sampe sejauh itu. Dan sebelas dua belas sama gue,
dia orang yang males debat. Cuek aja gitu, urusan lo ya sono, gue mah punya
urusan sendiri. Begitulah tipikalnya. Tapi secuek-cueknya Heru, dia lebih
banyak tau soal gossip artis Indonesia dibanding gue. Dia bahkan tau nama
penyanyi dangdut yang lagi heboh. Oh
dear…
Heru emang nggak bisa
dijadiin temen curhat tapi minimal dia sering ngasih motivasi kalo gue lagi ada
masalah. Gue nyaman aja ketika gue menceritakan suatu kejadian yang lagi
mengusik hidup gue meskipun gue adalah tipikal yang nggak mau ngumbar masalah
pribadi. Yah karena alasan tadi, dia nggak ngejudge gue seperti yang lain, jadi
jawaban dari dia gue rasa sebagai motivasi bukan gue anggap sebagai jawaban
formalitas sekedarnya. Kalaupun dia kontra dengan pendapat gue, saran yang dia
kasih pun beralasan, jadi gue bisa terima tanpa perlu pikir banyak.
Memang dia bukan
seorang yang bisa disebut sahabat sejati atau apalah, tapi dia salah satu orang
yang bisa gue andalkan kalo untuk sharing. Heru bagi gue, bisa memfungsikan
dirinya sebagai teman yang ngertiin gue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar