Rabu, 14 Januari 2015

A Story of Hom Pim Pa



Gue bukan mau ngebahas detail tentang seluk beluk hom pim pa dan sebagainya. Gue cuma teringat akan kisah yang sebenernya standard aja tapi sering keinget nggak tau kenapa.
Waktu itu gue masih semester 6 dan ada tugas kelompok buat presentasi materi  kuliah TEFL 2. Satu kelompok udah ditentukan 4 orang dengan formasi bebas. Kelompok gue saat itu terdiri dari gue sendiri, Yasinta, Abi dan Sandy. Gue bersyukur banget berada di kelompok itu karena gue nggak perlu kuatir soal ada member yang nggak kerja. Kebetulan tiga anak itu bisa dikatakan top students di kelas kita.

Singkatnya kita berempat udah kelarin semua materi, udah siap juga buat presentasi. Kita tinggal nunggu giliran aja untuk tampil. Yang belum kita siapin saat itu adalah pembagian materi presentasi dan urutannya. Sebelum kuliah TEFL mulai, kita diskusi lagi kira-kira siapa nih yang presentasi Bab 1 dan seterusnya. Kebetulan lagi keempat-empatnya siap buat presentasi bagian apa aja jadi kita bingung lagi. Saat ada satu orang yang pengin ngejelasin Bab 1, eh tiga-tiganya ikutan. Kita ngabisin beberapa menit cuma buat ngomongin urutan doang.
Akhirnya biar adil, kita memutuskan untuk hom pim pa, cara paling simple menurut kita. Nggak perlu nunggu lama, kita hom pim pa untuk siapa yang presentasi urutan pertama dan ngejelasin Bab 1. Saat itu posisi tangan gue menelungkup sedangkan yang lain menengadah. Artinya gue dong yang bakal presentasi pertama. Tapi Abi malah nyeletuk begini, “Ulang lagi, kenapa pada sama sih?”
“Bentar,” cegat gue saat itu. “Tangan gue tadi begini lho,” kata gue sambil mempraktekan tangan gue yang menelungkup.
“Masa? Kalian liat?” tanya Abi, bingung.
Yasinta dan Sandy menggeleng kompak. “Tadi kayaknya sama semua,” ujar Sandy menanggapi.
“Beneran deh, tadi begini,” gue menelungkupkan tangan gue lagi. Gue lalu membolak-balikan tangan gue menelungkup lalu menengadah dan nyeletuk tanpa sadar. “Warna tangan gue sama aja dibolak-balik gini.”
Semua melihat tangan gue. Pada ketawa tertahan. Lalu Yasinta memecah suasana dengan bilang, “Ya udah, lo yang pertama,” katanya mengerti maksud gue. Mereka bertiga hom pim pa lagi buat menentukan urutan presentasi nanti.
Kita pun presentasi sesuai urutan tanpa ngebahas warna tangan gue yang bisa sama dibolak-balik begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar