Emang segitu anehnya ya
kalo gue masih suka Power Rangers, Ultraman, Kamen Rider ataupun Kapten Tsubasa?
Temen-temen gue yang seumuran juga masih suka sama Doraemon, Hello Kitty, Sailor
Moon, Spongebob, tapi mereka nggak dianggap aneh. Bahkan barang-barang mereka
tematik, hampir selalu sesuai sama selera mereka. Misalnya yang suka Doraemon,
dari tirai kamar, jam dinding sampe peniti doraemon semua. Begitu juga yang
suka Hello Kitty, hampir semua boneka dan aksesoris make up bertema Hello Kitty. Gue bahkan nggak mengganti semua
barang-barang gue se-tematik itu, tapi kenapa gue yang dianggap aneh? Heran.
Apa gue harus mengganti semua barang-barang gue bertema Angry Bird?
Pernah juga gue
dibilang aneh ketika gue bercerita tentang kuliah interpreting. Bagi gue,
kuliah itu lebih gampang daripada serentetan kuliah yang sebagian besar bikin
kepala gue pening karena nahan kantuk. Interpreting
is so much fun karena gue nggak perlu susah-susah nulis berlembar-lembar.
Penilaiannya pun gampang, tinggal dengerin, terus diterjemahin. Kalo emang
nggak tau artinya, ya tinggal ngomong aja sebisanya. Sesimple itu. Well, mungkin dosennya juga asik sih
jadi gue bisa larut dalam kuliah itu. tapi kembali ke kalimat awal, gue dibilang
aneh karena sebagian besar temen-temen gue bilang interpreting bikin deg-degan.
Masih soal kuliah. Gue
juga dibilang aneh ketika gue lebih milih kuliah S1 lagi yang sesuai hati
nurani daripada ngelanjutin S2 yang ujung-ujungnya ke jurusan pendidikan. Apa
salahnya sih belajar lagi dengan ilmu yang berbeda. Masalah uang? Masalah umur?
Masalah masa depan? Ya elah, belajar kan nggak mengenal itu semua, yang penting
belajar itu harus dengan sikap dan prinsip. Mungkin itu salah satu kelemahan
gue, nggak mikirin hal-hal lain yang dianggap penting. Tapi untuk dibilang
aneh, gue masih belum terima alasannya.
Ada hal lain yang bikin
gue bener-bener bingung atas ‘keanehan’ gue yang lain. Mereka bilang gue cewek
aneh karena gue nggak pernah menjerit ketika dikagetin. Gue nggak merasa aneh
dengan hal itu. emangnya kalo kaget harus teriak? Gue mengekspresikan kekagetan
gue dengan menepuk dada atau nyebut ‘astaghfirullohaladzim’, nggak mesti dengan
teriak atau bahkan latah. Menurut gue, nggak pernah teriak bukan satu hal yang
aneh. Gue emang anaknya kayak gitu. Udah cool dari sononya.
Tapi, pernah suatu hari
gue bener-bener merasa diri gue aneh. Dan itu ketika gue telah ceroboh
membongkar bahwa diri gue yang sebenernya takut sama tawon.
Gue selalu menyimpan
rapat hal itu, bertahun-tahun. Temen-temen nggak ada yang tau serangga apa yang
bisa bikin gue takut. gue tidak pernah terlonjak ketika ada tikus, kadal,
kecoa, cicak, kodok dan hewan sejenis yang biasanya bikin temen-temen cewe
panik. Gue bahkan bisa mengganti ekspresi gue menjadi lebih tenang ketika ada
tawon yang sempet terbang di sekitar gue. Sampai kejadian itu terjadi gitu aja.
Gue lagi kuliah dengan
menahan rasa kantuk luar biasa. Kuliah Sociolinguistic dengan dosen yang punya
ilmu bikin ngantuk tingkat tinggi di jam tidur siang, bisa bayangkan gimana
keadaannya? Gue menopang muka gue dengan kepalan tangan dan bersiap tidur. Gue
nggak peduli malah ada temen iseng yang siap nyuri foto gue lagi tidur. Bodo
amat deh. Lalu pas mata udah merem dan nafas lagi teratur karena tidur udah
cukup pulas, seekor tawon melintas di kuping gue begitu aja dan gue melonjak
kaget. Gue beringsut menghindar sambil-tanpa sengaja-nendang kursi di samping
gue. Alhasil semua mata menuju ke arah gue.
“Ada apa?” dosen
SosLing langsung menyapa gue.
Gue tergagap langsung
menunjuk ke arah langit-langit ruang kelas, “Itu… ada tawon.”
Gue pun merasakan
teman-teman menatap gue dengan tidak percaya. Mereka nggak nyangka, cewek yang
lihai nginjek kecoa macem gue bisa segitu paniknya sama tawon. Itulah pertama
kalinya gue merasa jadi orang yang aneh. Aneh, sama tawon aja takut.
Kabar gue takut tawon
sekarang udah nyebar dan gue pun udah yang –nggak papalah mereka tau gue takut
tawon. Tapi regardless masalah tawon
itu, gue masih bertanya-tanya, apa gue seaneh itu ya? Apa yang gue suka beda
sama temen-temen gue yang lain tapi kenapa gue yang di cap aneh, bukannya
mereka? Meskipun mereka memperlakukan gue dengan baik tapi ketika dapet tatapan
aneh itu gue merasa nggak enak. Pantes nggak sih gue bergaul sama mereka?
Pada akhirnya gue hanya
bisa bersyukur, seaneh apapun gue, gue selalu diperlakukan dengan baik. Mereka,
temen-temen gue selalu bersikap baik. Gue hanya bisa berusaha untuk jadi orang
normal meskipun dengan semua keanehan gue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar